Minggu, hari pertama dalam pekan, tidak ku ingat lagi tanggalnya, aku mengambil bagian dalam pesta sabda dan menikmati Roti hidup di gereja parokiku. Ke gereja dan mengambil bagian dalam ekaristi adalah syarat hidup yang orang tuaku tanamkan sejak saya dan saudara-saudaraku masih kecil. Keinginan orang tuaku ialah agar kami mengenal KEKASIH mereka. Dalam perjalanan waktu aku mengerti apa maksud mereka yang mengharuskan aku untuk mengambil bagian dalam pesta itu.
Ceritanya, selama ekaristi berlangsung aku tiba-tiba ingat pesan sang ibu hari sebelumnya di atas karang dan dibawah naungan kopi. “Membiarkan Allah membuka jalan dan mengikuti indiakasi Ilahi”. Aku pegang terus pesan itu dan meletakan semunaya itu dalam penyelenggaraan Ilahi. Ini adalah pesan kudus yang tak pernah lenyap dari diding jiwaku. Dalam alur kasih dan diujung hari Tuhan itu aku menyelami petunjuk itu dan betul, kasih Allah menuntunku untuk mencari jawaban yang pasti ke mana aku harus pergi di tahun kerja yang baru itu. Juli ’96 adalah bulan yang bermakna dan tahun yang penuh rahmat tat kala Allah memberikan jawaban atas kebingunganku. Senin hari berikutnya, aku tiba-tiba berniat dan memutuskan untuk harus kembali ke Kuwu untuk mengurus ijasah SMA-ku tanpa tahu ke mana aku harus pergi. Tiba-tiba dialam ijasah itu ku temukan sebuah amplop yang berisi “jawaban lamaran untuk masuk seminari Yohanes Paulus II – Labuan Bajo”. Aku kaget, bingung dan tak percaya karena bagaimana mungkin aku mendapat jawaban lamaran sementara aku tak pernah menulis lamaran?. Kebingunanku hampir tak berujung namun semuanya berakhir dengan baik. Aku teringat pesan sang ibu di atas karang di bawah naungan kopi: “Membiarkan Allah membuka jalan dan meningkuit indikasi Ilahi”. Ternyata Labuan Bajo adalah tempat yang Allah tunjukan untuk aku. Misteri hidup yang sungguh-sunggu misteri. Aku tidak mengerti maksud KEKASIH untuku.
Pertengahan Juli ’96 aku pun menuruti indikasi itu. Ke Labuan Bajo untuk meneruskan petualangan yang sudah dimulai. Kali ini fokusku ialah untuk mengenal KEKASIH hidup kami. Perjalanan di kota turistik dan panas memakan waktu kurang lebih 8 bulan. Dalam rentang waktu yang tidak terlalu lama ini, aku ditimpa oleh krisis existencial. Hidup di rasa tak bermakna dan keingananku ialah untuk tidak mau bertualang lagi. Keinginanku itu muncul begitu kuat sampai aku merasa denyutnya waktu yang berjalan begitu lambat. Sehari ku rasa seminggu, seminggu ku rasa setahun dan sebulan ku rasa seabad. Aku tak tahu persis apa yang sebenarnya terjadi pada diriku waktu itu. Aku sempat pulang dan menemukan orang tuaku. Keinginanku waktu itu ialah untuk tinggal bersama orang tua dan tidak mau keluar dari rumah, kampung tempat aku dilahirkan. Namun krisis itu berakhir dan badaipun berlalu.Kasih Tuhan jauh lebih kuat dari cobaan dunia. Aku diindikasikan lagi untuk kembali ke Labuan dan meretas kembali jalan yang kadang “putus nyambung”.
Ziarahku di tempat ini berkahir di bulan Mei’ 97 dengan keputusanku untuk mengikuti jejak KEKASIH hidup dalam sebuah serikat religious yang di kenal dengan nama SVD. Keputusan untuk mengenal Kristus lebih dekat kali ini juga tidak terlalu gampang. Namun diantara kebimbangan dan ketidak-mengertian, selalu hadir Dia yang sudah menjadi bagian dari hidupku. Allah terus mengindikasikan aku dan panggilannya “Mari dan ikutlah Aku” terus bergema dan semakin kuat. ...(13)
Sem comentários:
Enviar um comentário